Selasa, 23 Februari 2010

MERBABU DAN TIGA ORANG PENCARI JAWAB
Setelah pendakian terakhirku ke gunung Ungaran, aku selalu berhadap kesempatan berikutnya untuk mendaki lagi. Hasrat ini tumbuh dan terus kubuat tumbuh ‘mumpung sih enom’ hehe. Apalagi aku didaulat menjadi ‘calon aldida 10-06’ , yang berarti calon aldida tahun 2010 no urut 6, terima kasih sebesar-besarnya buat aldida-pala, .pala jaya!
Kesempatan itu datang ketika Adhit, aldida 03 menyatakan di facebook bahwa dia akan mendampingi Dimas, aldida 04 yang sudah agak lama tidak tampil. Kata Adhit ini pendakian misi social. Kemudian aku tanya apakah ada kesempatan buatku untuk berpartisipasi? Waktu itu chating di facebook sama adhit, ternyata bisa saja. Singkat cerita ditetapkan tanggal pendakian yakni hari Minggu 25 Januari 2010 dengan tujuan Gunung Merbabu, tiga ribu seratus sekian Mdpl.
Seperti sebelumnya kami kumpul sebelum berangkat di tempat ‘Komandan’, samping masjid at Tin Kauman Salatiga. Sebenarnya, Bayu si aldida 01 mau ikut, tapi ada jadwal turnamen katanya. Sebelum berangkat kupersiapkan perbekalan , pinjam tas dari Yudha-temen sekelas (thanks Yud), dan benda2 yang ditetapkan oleh Adit untuk kubawa. Selain makanan dan minum, ada tissue, abu, selimut, kethu, dsb. Kumpul di komandan, ketemu Dimas yang udah lama tidak bersua, kami berpelukan, begitu pula dengan Adit. Dimas, sekarang badannya lebih berisi, ketiaka SMA dulu, suka main bola bareng, kini telah bekerja, menghasilkan uang sendiri, beda denganku, kuliah, masih minta uang orang tua!! Tapi itu bukan yang dibahas disini ding. Hwee
Kemudian setelah packing, berangkatlah kami dengan dua motor, Adit-Dimas boncengan, sedangkan aku dengan Astrea-Starku,ea! ke Basecamp Manggala Kopeng setelah sebelumnya beli nasi dan baterai buat kameranya Adit dulu, Kamera dalam pendakian sangat penting!! Harap diingat bagi yang ingin mendaki. Berangkat sudah hampir jam setengah 6-an sore, sedikit gerimis di jalan. Sempat berhenti sejenak di perjalanan untuk makan sebelum sampai ke basecamp. Sampai di basecamp tidak ada orang, lalu adit menelpon nomor yang ada di dinding Basecamp, kemudian datanglah sang penjaga basecamp yang terkenal itu (??). kami masukkan motor, cuci tangan-kaki-wudhu trus sholat maghrib-Isya’ jama’. Setelah itu registrasi pendakian, istirahat sejenak ,melihat2 basecamp yang bagus itu, foto-foto berjenak-jenak, packing lagi. 

Setelah merasa siap, kami berdoa sejenak, dan berangkat! Waktu sekitar pukul 8 malam. Kami langsung memakai mantel untuk mengantisipasi hujan yang mungkin datang tiba-iba. Menembus malam, perjalanan dimulai setelah sedikit rumah penduduk, kemudian ladang penduduk. Di sini jalan sudah menanjak, dan seperti biasa, tubuh masih belum teradapatasi, sehingga napas langsung memburu. Setelah itu masuk ke area hutan dengan rerumputan. Jalanan setapak itu selalu menanjak ! nafas lama kelamaan pun mulai stabil, otot mulai mengencang kuat , akan tetapi, perjalanan kami termasuk lambat. Tapi enggak apa2, soalnya pendakian kudu dinikmati ( ngeles ).
Perjalanan yang cukup panjang itu diselingi berberapa kali pemberhentian kecil untuk mengambil nafas, setelah kira2 satu jam-an, kami bertemu dengan sumber air, berupa bak penampungan kecil, dingin tentunya, cuci kaki dan isi botol. Sembari berhenti2 dan ngobrol, sempat juga menengok ke belakan untuk melihat lampu kota di kejauhan, indah, tenang, dan sejuk. Dan kemudian bertemulah kami dengan pos bayangan satu berupa bangunan atap tanpa dinding. Kami memutuskan tidak berhenti di situ karena telah berhenti di sumber air tadi. Perjalanan diwarnai semak di kanan kiri jalan setapak, terus menanjak.
Kemudian, perjalanan tetap seperti itu, terus menanjak, diselingi istirahat2 kecil, menarik nafas dan meregangkan otot, melampaui pos bayangan II dan sampai di pos I. berhenti sejenak, dan terus melanjutkan perjalanan. Perjalanan diwarnai dengan rasa kantuk yang menyerangku, ngantuk sambil berjalan dan berusaha bertahan. Dengan bantuan permen, ngantuk pun hilang, perlu dicatat, permenya adalah ‘Blaster” yang belang, emang lebih enak!! Iklan! Mendekati pos dua, gantian Dimas yang ngantuk dan kelelahan, kami sempat melenceng jalur sedikit sebelum sampai ke pos II, walaupun alhamdulillah kami sampai di Pos II. Dengan ngantuknya Dimas dan kelelahan semuanya, kami memutuskan untuk nge-camp di pos II ini. Mendirikan tenda, Adit masak mie, aku dan Dimas foto2 di dalem tenda. Jahat..


Setelah makan , minum, menghangatkan diri, entah siapa yang memulai, diadakanlah acara curhat . Pertama, Dimas. Cukup lama, kemudian disusul Adit. Saat Adit curhat, Dimas yang sudah ngantuk berat tertidur, akulah yang kemudian mendengarkan curhatan Adit, tapi akupun KO! Saat Adit masih ngomong, ternyata aku tertidur juga,.sori Dhit,hwee. Tapi, aku, kapan curhatnya dong??! G penting ah.hehehe. Kami sampai di Pos II itu sekitar jam 11 malem, dan mulai tidur jam 3an dinihari.
Paginya, udara sangat dingin, adit teriak2 di luar tenda, aku dan dimas ‘njingkrung’ di tenda. Saat akhirnya pada keluar tenda, kami membahas perjalanan dan termin curhat tadi malem, berkeliling sekitar tenda,foto2, masak air, bikin milo anget, masukkan roti tawar ke dalam milo tersebut dan itulah sarapan. Sambil tetap membahas permasalahan curhat,kami packing untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan setelah pos dua indah, di kanan jalan ada lembah berikut tebing yang indah. Kemudian disusul hutan indah berumput indah berbunga indah. Foto2 tentunya, jalur ini agak mendatar. Dan kami menemukan apa yang disebut arbei, kecil, kecut kalo udah mateng manis kalo mateng ( ya laah ), dan berarti jg aku mateng ya (???!!!!!!) . berikut foto2nya


Kami sempat khilaf dengan terus mencari arbei, dikumpulkan di botol, hingga adit mengingatkan kami bahwa perjalanan masih panjang. Hehehe. Sori dit, Setelah hutan, rumput , dan arbei indah itu, jalan menanjak lagi, menembus hutan dan sampailah kami di pos III camping ground, berupa dataran rumput yang cukup luas. Dan tak lupa pun kami berfoto-foto, dimas foto dengan telanjang…dada.


Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan kembali. Perjalanan melalui hamparan rumput di kiri kanan jalan setapak yang selalu menanjak, tanpa pernah enggan menurun, hehehe..namanya juga gunung. Di sini, kabut menyertai perjalanan kami. Sebagai yang berjalan di belakang sendiri, aku masih mencari dan memetik arbei2 di sepanjang jalan, hehehe. Di sini juga terlihat tanggul-tanggul pohon bekas menghitam bekas kebakaran hutan entah kapan. Di sini pula kami sempat beristirahat yang kemudian diisi acara ngemil roti dan tic tac serta minum. Di sini tubuh kami tidak terlalu gampang lelah seperti ketika memulai perjalanan tadi malam.

Kemudian setelah melewati itu, kami dihadapkan sedikit jalan tanah jalur aliran air dengan bebatuan besar dan kecil. Jalannya murni tanah, lebih dari 50 derajat, g bisa bayanngin kalo hujan licinnya kayak apa. Dan setelah itu, akhirnya kami sampai di pos IV pemancar , berupa tower dan bangunan kotak yang dalamnya tidak berisi apa2 tapi sangat kotor. Katanya pemancar ini milik TNI, menarik, tapi sepertinya tidak terpakai dan terawatt. Jadi ingat film Lord of The Rings yang memakai alat komunikasi berupa obor api besar dari tumpukan kayu di puncak2 gunung yang menghubungkan Rohan dan……… film yang bagus.
Di pos IV kami lagi2 masak mie, dan lagi2 adit yang masak. Adit juga mencoba cara baru menggunakan api dari abu dan spirtus yang dituang di sebuah kaleng kecil. Api yang dihasilkan bagus juga. Setelah itu kami makan, dan tak lupa foto2. pemandangan di pos IV ini sungguh menakjubkan. Puncak Syarif dari sini kelihatan. Lalu lembah2 besar di kiri dan kanan, menurun, menghampar , besar dan hijau, halus rerumputannya, merayap naik hingga puncak, masyaAllah. Di situ juga ada batu2 besar, bisa buat berbaring dan menikmati pemandangan yang tak pernah membosankan untuk dipandang.





Setelah makan, kami istirahat sejenak di batu2 besar yang bisa untuk berbaring, menikmati hembusan angin yang sejuk dan hangatnya matahari. Di sini, kami sempat bernyanyi ria, sambil tetap berbaring di batu, dan direkam dengan kamera. Wah, memang kamera itu sangat penting bagi pendakian! Setelah itu kami merencanakan untuk segera menaklukkan puncak. Yang kami tuju kali ini adalah puncak Syarief, puncak tertinggi kedua gunung merbabu setelah puncak Kenteng Songo. Kami memutuskan menaruh tas untuk ditinggalkan di pos IV saja dan membawa botol air serta tas pinggang kecil untuk menaklukkan Syarief.
Ternyata perjalanan tak selama yang kami duga. Kami melalui jalan setapak indah yang di kiri kananya sudah berupa punngung lembah. Meliuk-liuk. Lalu kami melewati bagian atas kawah dan mencium bau belerang. Setelah itu, naik bukit kecil berbatu, melewati jalan air, dan jalan setapak indah lagi. Kemudian juga melalui apa yang disebut devil bridge-jembatan setan, berupa jalan setapak yang dikiri kananya jurang lembah dengan angin berhembus. Naik lagi, bukit batu dan sampai di pertigaan, jalan antara rute ke puncak Syarif dan satunya lagi rute ke puncak Kenteng Songo. Di sini kami beristirahat sejenak. Dan adit kembali melaporkan diri kepada rekaman kamera, begitu pula kami untuk memberitahukan posisi kami.


Setelah memantapkan tekad, kami langsung belok kiri di pertigaan itu menuju puncak Syarief. Kami berjalan, lebih tepatnya mendaki dan memanjat dengan kecepatan tinggi. Karena medan berupa batu2 karang menanjak tinggi lebih dari 60 derajat mungkin. Tapi yang mengherankan, ternyata jarak pertigaan tadi dengan puncak Syarif dapat ditempuh kurang dari 10 menit, malah kami mengira kami baru berjalan 5 menitan. Dan akhirnya…..puncak Syarief dapat dicapai!!!sukses!!selamat!!!!alhamdulillah

Di puncak Syarif kami saling memberi ucapan selamat. Lalu berkeliling puncak tersebut karena cukup luas mendatar. Kabut atau awan di bawah kami berjalan cepat, sunyi , hanya ada 3 pendaki. Lalu, Dimas melakukan teriakannya yang bertema sama dengan tema dia saat curhat, hehehe. Lalu, aku, teriak aaaaaaaaaaaaa dua kali. Satu untuku dan satu lagi titipan calon aldida-pala 07 yang tidak bisa hadir. Setelah itu, kami berpisah, maksudnya menyendiri sejenak, untuk merenung. Aku, menatap ke bawah, ke punggung lembah yang ditutupi rumput yang seolah mengajak kita meluncur diatasnya. Merenung sejenak akan kisah hidupku. Dan,… ah,…tak perlulah kusebutkann di sini,hehehe…
Foto puncak : 
Setelah beberapa waktu di puncak, mungkin sekitar setengah jam, kami memutuskan untuk turun. Langsung menuju ke pos IV dimana kami meninggalkan tas. Kami langsung packing kembali, mengumpulkan sampah kami, berdoa sejenak, dan meluncur turun. Kami turun dengan kecepatan biasa, normal. Perjalanan turun dari pos IV ditemani oleh kabut. Dan tak lama kemudian gerimis menyusul menemani kami. Terjadi insiden kecil, Dimas terlepeset dan engkelnya yang memang sudah cedera sebelumnya kembali sakit. Setelah memakai mantel, kami berjalan pelan, pelan dan diam. Kabut, gerimis, membuat suasana hutan nan elok, sunyi, sepi, hutan seperti di film2 fiksi ilmiah. Ahhh, tak tergambarkan. Ada kesan misteri, dingin, dan menantang, tapi tetep indah.
Kembali melewati hutan arbei lagi. Dan kami sampai di pos III dan istirahat sejenak. Kami langsung melanjutkan perjalanan turun, sampai di pos II, mengambil sampah yang ditinggalkan tadi pagi, dan langsung turun kembali. Hujan gerimis menemani kami, kami diam, larut dalam pikiran masing2. kami berjalan pelan akibat cederanya Dimas, dan kakiku sendiri juga agak sakit akibat basket tanpa pemansan, tapi alhamdulillah tidak begitu parah namun cukup mengganggu. Perjalanan menuju pos I terasa sangat jauh dan melelahkan. Ini mungkin akibat juga akumulasi dari rasa lelah, dingin, dan suasana yang sepi sekali. Adit dan Dimas beberapa kali terpeleset dan jatuh , tapi alhamdulillah aku cukup sigap untuk tidak terjatuh. Dan memang jalan turun licin karena hujan.
Kami hampir ragu juga mengenai rute turun kami setelah beberapa waktu melewati pos dua. Tapi lalu kami meyakinkan diri bahwa kami benar. Karena lambatnya perjalanan kami, takterasa sudah memasuki waktu maghrib, dan adzan sudah terdengar dari sini walaupun perjalanan masih jauh. Di sini si Dimas mulai ‘kemrungsung’ karena besok hari dia harus kerja dan Adit juga berencana ke Semarang. Dengan sok bijak aku minta Dimas untuk rileks dan santai, kita akan sampai, untuk tidak ‘kemrungsung’. Untungnya tak lama kemudian kelihatanlah pos I dan kami langsung berjalan melewatinya. Untungnya juga aku masih membawa potongan coklat yang kubagi secuil demi secuil ketika kami berhenti menarik nafas. Coklat cukup menenangkan syaraf yang menjerit kelelahan dan emosi yang panic akibat tekanan keadaan (halah!!)
Kami pun akhirnya melewati pos bayangan I dan II. Dan sampai di mata air. Di sini kubagi lagi cuilan2 coklat terakhir. Kami memutuskan memakai senter karena mulai gelap. Di sini malah kami mulai terlibat obrolan tentang tema curhat tadi malam, mungkin sudah pada rileks kembali, jadi bisa ngobrol. Di sini kami mendiskusikan jawaban akhir dari pertanyaan diri kami masing2 yang kami bawa ke puncak gunung dan sempat dinyatakan dalam sesi curhat. Dimas menemukan jawabannya, Adit sebagian besar sudah, nampaknya dia lega karena sudah curhat. Sedangkan aku, malah menemukan pertanyaan baru,hwehehehe. Biarlah, tapi lumayan.
Setelah hutan kemudian ladang penduduk, kami terseok2 menggunakan sisa2 tenaga kami, dingin, capek, pegel, tapi kami tetap bersemangat mentuntaskan hal ini. Dan akhirnya kami sampai kembali di basecamp dengan semangat, pukul 19.30 malam, 24 jam persis seperti kami berangkat. Di basecamp kami membersihkan diri, masak dan makan ( mie lagi ),, upacara penutupan dan langsung pulang kerumah, alhamdulillah, dengan selamat ( walaupun aku terpeleset karena ban belakang motorku dan aus ).
Kami berhasil menaklukkan puncak Syarief tanggal 26 Januari dimusim hujan, dimana kami satu2nya tim yang naik waktu itu, tim yang nekat. Dengan membawa pertanyaan keatas gunung unntuk dicurhatkan dan dicari jawabannya ( bukan nyari wangsit lo). Dan berhasil!!!! Pala jaya!!!

4 komentar:

  1. hebat,hatiku tergetar,iri aku,
    takon wik,apa yg paling menarik dari sebuah pendakian?

    BalasHapus
  2. iyo sat,.op meneh ngalami dewe,..
    sing paling menarik melihat kebesaran alam, bersama teman, suasana yang lain, tantangan, perjuangan tuk menaklukkan, kepuasan menaklukkan, kerinduan tuk kembali, sunyi, berdebar2 lan sakpiturute...cobe pye?

    BalasHapus
  3. pingin,tp urusan birokrasi dg ortu kayane cukup repot,hehe,

    nampaknya tujuan para pendaki bukan puncak gunung ya?mengutip kata2 takun: "mendaki bukan untuk mencapai puncak tertinggi...... tetapi untuk pulang kembali..."

    BalasHapus
  4. ane kpn ya ke Merbabu?
    salam lestari bang

    BalasHapus