Senin, 22 Februari 2010

first action


UNGARAN PART #1
Keinginan untuk naik gunung sudah ada sejak lama. Pas sma belum boleh sama bapake sama ibue. Pas kuliah!!! Akhirnya terwujud ketika semester ketiga kuliah. Begini ceritanya…
Pas liburan semester, keinginan tuk naik gunung muncul kembali. Lalu, singkatnya, kuajak temen2 sma dulu yang memungkinkan untuk diajak lewat sms. Kemudian, ringkasnya, hanya ada seorang sohib sma yang menyanggupi menemani perjalanan ini… kukenalkan, dia Wasis, sohib dari kelas 1 sma dulu, suka baca komik sepertiku, sampe pernah kita dua kali kepergok baca komik pas pelajaran fisika..bayangpun!!! komiknya disita deh,.kami patungan ganti ke persewaan. Lalu kami sama2 sering futsal, basket, hampir setiap hari. Sama2 ikut rohis ( SKI Smannsa ) walaupun Cuma penggembira, sama2 terjun dalam dunia beladiri tekwondo,.. bisa dibilang kami sahabat dekat yang seia sekata sehuruf dan sekalimat..
Lalu, pendeknya,.dia nekat menemani naik ke ungaran pertama kalinya bagiku dan baginya, walaupun dia harus berbohong main ke rumah temen. Bayangkan kondisi kami pertama kali naik : tanpa seorang yang berpengalaman menemani, peralatan pun dikira2 seadanya..aku bawa terpal yang biasa buat hajat untuk tenda ( Bayang wah !!! ) senter, makanan2 Cuma berupa roti tawar,selai, gulakacang,air minum, tanpa alat masak semuanya berdasarkan insting kami, intuisi.. wasis malah Cuma bawa roti dua bungkus, air, garam ( buat nyegah ular di tenda ktanya ( whats?? ) , wasis juga pakenya sandal kulit kondangan, dia juga tdak bawa senter malah… betapa hijaunya kami dan nekatnya kami kala itu,..
Lalu, kami janjian ketemu di ambarawa, daerah Polin ( nama tempat berhenti kalo naik angkutan, diambil dari toko roti Paulline ). Rencananya kita muncak via bandungan. Lalu kami naik angkutan ke pasar bandungan dengan tariff 2500. berbekal sedikit info dari teman yang pernah naik gunung, bila kami sampe pasar bandungan, untuk arah pendakian kami disuruh tanya orang ( sama aja!!). lalu, kami muter2 pasar, dan bertanya pada orang lalu ditunjuukkanlah arah kalau mau naik ke puncak. Pas muter2 aku sempet mau cari masjid tuk pipis, lalu nemu masjid di area ‘itu’,.tau kan,..malah ditanyai bapak2 depan karoke segala, padahal Cuma numpang pipis…huhuhu.
Waktu itu jam2 habis dhuhur akhirnya kami berangkat menuju ke arah yang diberikan penjual es (??). kami melewati rumah-rumah penduduk dengan jalan yang menanjak. Belum apa2 tungkai kami sudah lemes, dan kami banyak berhenti. Lalu,.berlalulah rumah-rumah penduduk, dan digantikan oleh kebun-kebun yang kemudian disusul oleh ladang-ladang. Kami berjalan pelan, menikmati setiap helaian pengalaman baru mendaki pertama kali. Kami melewati ladang wortel yang habis dipanen. Tapi aku melihat masih ada sisa-sisa wortel kecil, kucoba mencabut dan kuusap tanah yang gembur itu, lalu langsung kugigit, masya Allah, segar, manis, renyah dan enak. Tak kusangka wortel bisa seenak itu dimakan mentah..wasis pun mencobanya dan dia merasakan hal yang sama. Wortel itu bukan seperti yang selama ini beredar di rumah-rumah kita. Hebat! Ndeso!!!
Di samping ladang itu, ada jurang yang diseberangnya ada tebing batu yang besar, kami pun menyempatkan berhenti sejenak, duduk, masih sambil ngemil wortel, untuk melihat tebing besar itu,.pengalaman baru lagi.. lalu kami melanjutkan perjalanan melalui jalan setapak yang terus naik dan naik , tanpa ada bonus jalan turun sedikitpun. Dan kemudian kami agak terkejut ketika kami bertemu dengan jalanan berplester semen yang bahkan bisa dilalui mobil. Lalu kami menyusuri jalanan plesteran tsb, yang dibeberapa bagian begitu curam lebih dari 50 derajat lebih yang melemaskan tungkai-tungkai kami. Dan kami tambah dikejutkan bahwa kami baru saja sampai di basecamp Mawar pendakian ungaran. Waktu itu sekitar jam2 ashar. Oh, betapa hijaunya kami, padahal kami kira kami sudah cukup jauh menapaki jalan menuju puncak, eh ternyata baru sampai basecamp untuk memulai pendakian..huhuhu
Lalu kami istirahat sejenak di basecamp, buang hajat di kamar mandi basecamp yang airnya mengalir terus tanpa peduli bulanan PAMnya, sholat ashar di mushola kecil, mempersiapkan hati dan tekad. Setelah itu kami mendaftar untuk pendakian, atas namaku, no hpku dan bayar 2000 rupiah. Lalu kamipun berjalan meneruskan perjalanan dalam ketidaktahuan yang kami terjang.( hahah!!)
Perjalanan setelah basecamp diwarnai dengan adanya hutan berdaun jarum,pinus dan semisalnya, dengan rumput-rumput di bawahnya..indah, seperti di wallpaper2, atau di film2, tenang, damai, sejuk, udara segar tanpa timbal peroksida dan CO. wuih,. Bersyukurlah pada Yang Kuasa!! Jalanan di sini menanjak terus, sampai tungkai amatir kami kembali lemas, dan kami pun duduk, dan ketika duduk, kami membalikkan badan dan WOOW, pemandangan di bawah yang terdiri dari wilayah rawa pening yang terlihat sangat indah, lembah yang diisi kota salatiga, dan sekitarnya, gunung2 yang mengelilingi di kejauhan yang menunggu tuk ditaklukkan..subhanallah.. kami terpaku sejenak..oh…indahnya..indahnya…aaaaaaaaaaaaaa…
Kemudian lagi-lagi kami dikejutkan dengan pertemuan dengan wanita2 perkasa umur 60an yang menggendong kayu bakar seikat yang lebih berat dari tas2 pendakian kami,..masyaAllah…dan kami pun melanjutkan perjalanan, dengan jalan mendatar memutari bukit2, melalui kali kecil yang airnya segar bisa langsung diminum, tanpa 9 kali proses penyaringan satupun..kemudian kami bertemu dengan kebun kopi,.melaluinya dan ketika waktu maghrib kamisampai di kebun teh , di pertigaan antara kebun kopi, kebun the-perumnas, dan jalan ke puncak.
Kami memeutuskan berkemah di situ, mendirikan kemah dengan seadanya, kami hanya menyandarkan kayu temuan di tanah yang berjenjang, dan terpal disandarkan diatasnya . bisa dibayangkan seperti ini..
Betapa sederhanya,dan betapa oh betapa… di situ kami menikmati senja di kebun teh,,. Yang indah dan indah..uuhhhh. lalu kami sholat maghrb sekalian jama isya dan berencana muncak nanti sekitar tengah malam, yang kami putuskan dengan intuisi, karena katanya waktu yang tepat untuk ke puncak adalah malam hari. Kami makan roti dingin saja dan tidur dengan otot 2 amatir yang mulai pegal dan ‘njarem’.
Kutidur di tenda kenangan itu dengan tidak nyenyak, dan mendengar beberapa tim lain melewati kami, ternyata ramai juga. Tidur dengan tanpa matras, dingin, tanpa makan sesuatupun yang hangat, udara pegunungan menusuk kami, tanpa bisa dihalangi oleh tenda yang tak bersalah itu. Pengalaman..
Sejam sebelum tengah malam, kami bangun kemudian packing, kemudian mulai menuju puncak! Melewati beberapa tenda tim lain dan Kebun teh yang kemudian digantikan semak perdu, menanjak, gelap. Kami hanya bawa satu senter, aku yang di depan menyorotkan lampu ke bawah, bukan ke depan. Naik dan naik, hutan, semak di kiri dan kanan, jalan terjal di depan. Keringat kami mengalir deras, diselingi beberapa kali istirahat. Minum air putih dan makan gula kacang penambah stamina. Kami berjalan dalam diam, tetapi kami juga beberapa kali mendiskusikan beberapa hal.
Ada segi positif dari ketidaktahuan kami, yakni kami tetap selalu semangat maju walaupun tidak tahu dimana ujungnya. Kami sempat berhenti di suatu tempat yang ada tenda berdiri milik tim lain. Kami kira telah sampai puncak. Eh ternyata belum. Setelah bagian itu, muncul bagian berbatu dan tanaman rumput. Di situ mulai turun kabut, kami sudah capek sekali kala itu. Dengan sedikit takut akan kabut yang bisa menghambat kami, kami memutuskan untuk istirahat tidur tanpa tenda hanya dengan sarung di bawah batu. Dan dinginnya! masyaAllah, menghabiskan suhu kami, kami nekat, walaupun masih ditambah angina yang berhembus kencang. Kami tidur dengan kaku dan posisi yang menyakitkan.
Setelah satu jam lebih mungkin, kami memutuskan untuk berjalan kembali , dengan tubuh dan stamina amatir kami, yang membuat kami terus berjalan adalah semangat dan tekad untuk menaklukan ketidaktahuan,.(hahaha!!) kami melalui bagian rumput dan bebatuan tersebut, sedikit hutan lagi, dalam gelap, tanpa takut salah jalur, tapi kami maju terus, entah jalurnya benar, hanya intusi dan logika sederhana : jalur ke puncak yang jalannya naik!! Itu pasti! Hehehe. Kemudian dini hari sekitar jam setengah empat kami nampaknya sampai apa yang disebut puncak ungaran. Soalnya, banyak tenda dan jalan naiknya habis. Dan kami pun saling memberi selamat atas kenekatan ini!! Keberhasilan ini, wah, rasanya!!tak terlukiskan!! Kita tertawa dan terus mendiskusikan keberhasilan menembus ketidaktahuan ini. Nekat dan berani dan hanya tekad!!!
Perjalanan tersebut menguras tenaga dan sungguh mendebarkan, hebat, wuih, menantang. Setelah sampai dipuncak, kami pun membuat tenda sederhana kami lagi hanya dengan menyampirkan terpal di atas tugu monumen kecil yang menandakan puncak ungaran, menggelar tikar, dan membaringkan diri sejenak menunggu sun rise. Ketika menjelang sun rise, tim lain, mulai pada bangun dan kami ikut menanti.. cuaca cerah memberikan kami pemandangan sunrise yang takkan pernah hilang dalam bayangan benak kami, terpatri kuat dalam lokus otak kami. Hanya dengan memejamkan mata pun aku masih dapat membuka ingatan pemandangan sunrise pertamaku di puncak ungaran dengan sahabat yang tak tergantikan. Bola cahaya kuning itu, bulat sempurna, sinarnya seperti bergerak , muncul perlahan dari lautan awan, wuiih, hebat, great.,!sangar, indah, eksotis, menakjubkan, subhanallah!!! Kami terpaku pada detik-detik kemunculan sang pemberi energi bagi bumi, karya ciptaanNya yang Maha Agung,yang Maha Sempurna. Berbagai perasaan dan semuanya tumpah ruah. Akan kuingat ini sampai kapanpun. Bersamamu teman !!!
Setelah itu, puncak pun ramai, ada yang nyetel mini compo lalu melantunkan lagu changcuter dan pada ramai2 joget walaupun tidak saling kenal dan walaupun juga kami tidak berpartisipsi. Kami berdua hanya memandang semua yang tampak gelap malam kami menghabiskan stamina otot kami. Makan roti tawar selai dingin,minum air dingin dan berbincang. Euuuuuuhhh!! Sekitar pukul delapan pagi kami memutuskan turun. Yang ternyata perjalan turun pun cukup berat bagi amatir, kaki lecet, panas dan tubuh yang letih, tapi tetap tak menyurutkan langkah karena kami telah berhasil melakukannya!!! Perjalanan turun benar2 seperti perjalanan pulang setelah perang, setapak demi setapak mencari sisa energi yang tersimpan dalam tubuh. Dan alhamdulillah sampai juga di pasar bandungan lagi, naik bis dan kami pisah di ambarawa. Dan pulang….
Untuk sohibku Wasis,. Kapan kita mengulang pengalaman itu lagi. Bila kau baca ini, ku berharap kita kan punya kisah untuk kita bicarakan ketika kita renta besok, sebuah kisah klasik yang akan kita kenang, kita bahas dan tertawakan disaat rambut kita putih, gigi palsu dan mungkin dengan cucu kita dipangkuan yang dengan mata kecilnya berbinar mendengarkan kegagahan kakeknya di masa muda. Untuk sahabatku semuanya,. Mari merangkai kisah kita untuk kita kenang di masa itu!!!!!!!!! Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ..

3 komentar:

  1. ga ono gambare wik?
    ayo kita persiapkan untuk menjajah jawa,

    BalasHapus
  2. sing pas kro wasis iki r nggwo kamera..
    menjelajah jawa ku siap !! kwe ngeki tugas we nggo aku., nggo mempersiapke op ngono...

    BalasHapus