Adalah aku di sebuah
ruang bertamu, yang nampak bukan rumahnya, tapi ia dan keluarganya
hadir disana. Yang paling aku ingat hadir juga mamaknya.
Bukan aku saja, nampak
ramai kawan dan handai taulan meriakan suasana, yang wajahnya tak
kuingat tapi aku merasa mengenal semuanya.
Kemudian ia pamit hendak
main bersama kakak dan entah siapa, berjumlah empat orang. Sebelum
keluar ia hendak mengambil sesuatu barang di sebelah tempat dudukku.
Kuulurkan barang itu tanpa berani kutatap wajahnya. Begitupun ia, tak
acuhkan barang secuil wajahnya kepadaku.
Dan kembali ruang tamu
seperti biasanya penuh dengan tamu, yang samar kuingat
Kemudian ia kembali dari
permainannya, duduk di sebelah kanan jauhku
Waktunya aku dan lainnya
menyudahi pertamuan ini.
Hendaklah ketika aku
pamit, terlihatlah sepasang kaki dari wajahku yang menunduk sedari
tadi. Tanpa mendongak pun aku tahu sepasang kaki itu sama dengan
pemilik hati dan senyuman itu. Menggangguku, baik ketika sadarku atau
tidakku.
Tanpa berani kutatap
garis wajahnya, yang masih sangat lekat dalam ingatan fotografisku.
Hanya kusambut tangannya yang terulur. Kutangkupkan kedua tanganku
menyambut uluran tangannya sebagai alamat perijinan pamitku.
Keluarlah aku bersama
rombongan. Hingga setelah gerbang depan rumah, aku tengok dan akupun
yakin ini bukan rumahnya.
Entah qodam mana yang
menyuruh batinku untuk kembali ke ruang tadi mengambil sesuatu yang
tertinggal. Melangkahlah kakiku menurutinya.
Sedikit masuk dari pintu,
kulihat dia menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya, full of
tears, rambutnya tergerai kemana mana.
Aku tak tahu barang apa yang tertinggal dan apa yang hendak kuambil. Melihat dia yang sedang
bergundah hati, aku membalikkan diri hendak menghindari, takut akan rasa yang
belum pasti.
Beberapa langkah kaki,
berhentilah aku karna panggilan mamaknya, menyentuhku dan berkata
bahwa dia sebenarnya masih ‘mencintaiku’ atau ‘memikirkanku’
atau ‘merindukanku’ atau ‘mengharapkanku’ . entahlah, kata
mana yang tepat diucapkan mamaknya kala itu, samar tapi bermakna
semacam itu.
Aku kembali melihatnya
yang tak tau aku sedang memperhatikannya, tears masih membasahi
tangan dan bahunya kini terguncang.
Hatiku mengatakan ingin
ku berlulut di hadapannya, kubuka kedua tangannya tuk melihat
wajahnya yang sembab, dan seraya kukatakan “aku sudah di sini” .
Kemudian aku membayangkan dirinya akan memelukku dan berkata “jangan
tinggalkan aku lagi, maafkan aku” .
Tapi aku masih hanya
berdiri melihatnya
Jam di atas televisi
berbunyi ‘tiing, pukul lima pagi hari’. Sh*t, again?!! ya Rabbi,
5 kali sudah dan sampai kapan..
Kampret!!Belek mataku
becek.
batas selimut lingkaran guling
dalam semesta kasur
16 Oktober 2012,
H-5=B+4.
hmm... yakin cuma mata aja yang becek wik, nggak ada yang lain? hahaha. py wawancarane wingi? ndang neng bandung, nggondol mojang...
BalasHapusalhamdulillah tembus an bandung.. yyeeyyy meh neng bandung..
BalasHapustapi wedi an, ng bandung kan seniman/musisine galau2 abis. ariel kro rian dmasiv.. kekekek.. mengko tambah galau py jal,,, kwkwk
haha, santai wik, ga semua musisi bandung galau kok, contoh: the sigit,
BalasHapusdan nyatanya aku ng bandung malah mari sk musik galau \m/
tapi emang awewe bandung marai galau sih :3
the sigit g tau krungu sat.
BalasHapusoke, sing penting jajal sik, mga2 aq jg iso mari sko musik galau.
salam nggo mojang priangan, aq meh rana.. :D
hehe, ngko sampekan sendiri wae salammu, kan meh rene :3
BalasHapusthe sigit emang ga patio terkenal ng indonesia tp malah cukup dikenal ng australia,
yoyoi,,sambut aku dengan ceria ,, wkwk
BalasHapusoh ngono, okay