Selasa, 16 Oktober 2012

males ngasih judul

Adalah aku di sebuah ruang bertamu, yang nampak bukan rumahnya, tapi ia dan keluarganya hadir disana. Yang paling aku ingat hadir juga mamaknya.

Bukan aku saja, nampak ramai kawan dan handai taulan meriakan suasana, yang wajahnya tak kuingat tapi aku merasa mengenal semuanya.

Kemudian ia pamit hendak main bersama kakak dan entah siapa, berjumlah empat orang. Sebelum keluar ia hendak mengambil sesuatu barang di sebelah tempat dudukku. Kuulurkan barang itu tanpa berani kutatap wajahnya. Begitupun ia, tak acuhkan barang secuil wajahnya kepadaku.

Dan kembali ruang tamu seperti biasanya penuh dengan tamu, yang samar kuingat

Kemudian ia kembali dari permainannya, duduk di sebelah kanan jauhku

Waktunya aku dan lainnya menyudahi pertamuan ini. 

Hendaklah ketika aku pamit, terlihatlah sepasang kaki dari wajahku yang menunduk sedari tadi. Tanpa mendongak pun aku tahu sepasang kaki itu sama dengan pemilik hati dan senyuman itu. Menggangguku, baik ketika sadarku atau tidakku.

Tanpa berani kutatap garis wajahnya, yang masih sangat lekat dalam ingatan fotografisku. Hanya kusambut tangannya yang terulur. Kutangkupkan kedua tanganku menyambut uluran tangannya sebagai alamat perijinan pamitku.

Keluarlah aku bersama rombongan. Hingga setelah gerbang depan rumah, aku tengok dan akupun yakin ini bukan rumahnya.

Entah qodam mana yang menyuruh batinku untuk kembali ke ruang tadi mengambil sesuatu yang tertinggal. Melangkahlah kakiku menurutinya.

Sedikit masuk dari pintu, kulihat dia menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya, full of tears, rambutnya tergerai kemana mana.

Aku tak tahu barang apa yang tertinggal dan apa yang hendak kuambil. Melihat dia yang sedang bergundah hati, aku membalikkan diri hendak menghindari, takut akan rasa yang belum pasti.

Beberapa langkah kaki, berhentilah aku karna panggilan mamaknya, menyentuhku dan berkata bahwa dia sebenarnya masih ‘mencintaiku’ atau ‘memikirkanku’ atau ‘merindukanku’ atau ‘mengharapkanku’ . entahlah, kata mana yang tepat diucapkan mamaknya kala itu, samar tapi bermakna semacam itu.

Aku kembali melihatnya yang tak tau aku sedang memperhatikannya, tears masih membasahi tangan dan bahunya kini terguncang.

Hatiku mengatakan ingin ku berlulut di hadapannya, kubuka kedua tangannya tuk melihat wajahnya yang sembab, dan seraya kukatakan “aku sudah di sini” . Kemudian aku membayangkan dirinya akan memelukku dan berkata “jangan tinggalkan aku lagi, maafkan aku” . 

Tapi aku masih hanya berdiri melihatnya 

Jam di atas televisi berbunyi ‘tiing, pukul lima pagi hari’. Sh*t, again?!! ya Rabbi, 5 kali sudah dan sampai kapan.. 

Kampret!!Belek mataku becek.

batas selimut lingkaran guling
dalam semesta kasur
16 Oktober 2012, H-5=B+4.

6 komentar:

  1. hmm... yakin cuma mata aja yang becek wik, nggak ada yang lain? hahaha. py wawancarane wingi? ndang neng bandung, nggondol mojang...

    BalasHapus
  2. alhamdulillah tembus an bandung.. yyeeyyy meh neng bandung..
    tapi wedi an, ng bandung kan seniman/musisine galau2 abis. ariel kro rian dmasiv.. kekekek.. mengko tambah galau py jal,,, kwkwk

    BalasHapus
  3. haha, santai wik, ga semua musisi bandung galau kok, contoh: the sigit,
    dan nyatanya aku ng bandung malah mari sk musik galau \m/
    tapi emang awewe bandung marai galau sih :3

    BalasHapus
  4. the sigit g tau krungu sat.
    oke, sing penting jajal sik, mga2 aq jg iso mari sko musik galau.
    salam nggo mojang priangan, aq meh rana.. :D

    BalasHapus
  5. hehe, ngko sampekan sendiri wae salammu, kan meh rene :3

    the sigit emang ga patio terkenal ng indonesia tp malah cukup dikenal ng australia,

    BalasHapus
  6. yoyoi,,sambut aku dengan ceria ,, wkwk

    oh ngono, okay

    BalasHapus